"Tak Seorang pun Dapat Memprediksi Seberapa Besar Sukses yang Akan Kita Capai, bahkan Kita Sendiri pun Tak Akan Pernah Tahu, Jika Kita Tak Pernah Memulai..."

17 April 2008

Jangan Anggap Remeh Orang Lain. Bahaya!!!

Kemarin malam, hujan mengguyur kota Bogor, diselingi petir yang suaranya membuat sport jantung alias bikin kaget. Malam itu perut saya dan istri terasa lapar, sementara di rumah nggak ada makanan mateng. Mau masak, mati lampu pula. Untuk keluar cari makan juga malas. Maunya sih, makan yang anget2. Eh, kebetulan ada suara "ting, ting, ting...". Nah, yang kaya gini nih biasanya tukang jualan makanan. Buru-buru deh saya buka pintu dan menajamkan mata di kegelapan malam untuk melihat sosok yang lewat di depan rumah (hehe.. bahasanya kayak di cerita apa ya??). Tapi apa daya, mata ini tak juga mampu menangkap jenis makanan apa yang lewat, yang kelihatan cuma gerobaknya doang yang gelap. Akhirnya saya berteriak, "Bang, jualan apa?!" Si abang pun menjawab, "Bakso..!" Oh, bakso, cocok kalo gitu. "Dua ya Bang..." kata saya memesan. Segera saja gerobaknya menyala, eh, maksudnya ada cahaya muncul di gerobak. Pantes, si abang baru nyalain lampu. Wah, irit juga si abang, nyalain lampu kalo ada yang mesen :)

Si abang sibuk nyiapin 2 mangkok bakso untuk kami. Tak lama kemudian, ada seorang laki-laki yang nyamperin si abang dan ngomong sesuatu, keliatannya dia nyuruh abangnya untuk ke komplek belakang. Ah, akhirnya bakso pesenan kami datang juga. "Pak, saya ke sana dulu ya, ada yang pesen, nanti ke sini lagi," teriak abangnya . Saya pun mengiyakan. Saya dan istri pun melahap baksonya, hmm.... Lagi enak-enaknya makan, eh istri saya tiba-tiba ngomong, "Mas ada pakunya, " dia menunjukkan paku tripleks yang sempat digigitnya. Ya ampun, di dalem kuah bakso ada paku? pikir saya. Kok bisa ya? Saya segera mengambil paku tersebut dan melemparkannya ke depan rumah. Alhamdulillah, untung tu paku nggak sampe ketelen dan istriku masih sehat-sehat aja. Sambil melanjutkan makan kami masih mengira-ngira asal paku tersebut.

Akhirnya bakso pun habis kami santap, enak juga sih rasanya. Si abang bakso tau-tau udah nongol di depan pintu. Saya pun mengambil mangkok bakso dan menyerahkan ke si abang. Belum sempat ngasih tau tentang paku misterius itu, si abang udah buka mulut duluan, dia tampak kesal sekali. "Nggak menghargai orang, mana hujan, petirnya gede banget lagi, udah disamperin eh nggak jadi beli. Beli seribu aja kek juga nggak papa. Kalo nggak inget punya anak kecil, saya tonjok tu orang." Si abang nyerocos kesel. "Saya tu lama di jalan, 12 tahun saya di jalanan, masuk penjara juga sering, tapi saya nggak pernah ngeremehin orang." Nah loh, abang bakso yang gondrong ini rupanya mantan narapidana. "Alasannya apa bang dia nggak jadi beli?" tanya saya. "Nggak tau tuh, tadi dia keluar dari rumah bawa senter sambil bilang nggak jadi," jawab si abang.

Setelah si abang bakso selesai "curhat" saya pun berkata, "Bang, lain kali ati-ati ya, tadi di bakso istri saya ada paku, pakunya kegigit, untung gak ketelen. Tapi alhamdulillah, istri saya sehat-sehat aja koq." Abangnya sekarang jadi melongo, heran dan kaget. "Mungkin dari atas gerobak kali bang pakunya copot," kata saya memperkirakan. "Tapi kalo yang di atas gerobak itu paku payung," kata si abang. Kami sama-sama bingung :p
"Beberapa hari ini saya sial terus, kemarin ban saya kempes dan hari ini rodanya rusak, sekarang ada paku lagi," si abang melanjutkan. Saya coba memberikan nasehat sekenanya, intinya sih nyuruh dia sabar. Saya mempersilakan si abang untuk masuk rumah menenangkan diri, tapi si abang menolak dan mohon diri setelah sebelumnya memohon maaf pada saya.

Hmm... dari kejadian di atas, saya dapat mengambil pelajaran, bahwa kita harus hati-hati dalam bersikap dan jangan pernah menganggap remeh orang lain. Bayangkan saja jika si abang bakso tersebut nggak inget ada anak di rumah, pasti dia bakal berantem dan pertumpahan darah bisa terjadi. Dan yang kedua, komunikasi mesti clear atau jelas. Andaikan si pemesan bakso yang nggak jadi itu mengemukakan alasan kenapa dia tidak jadi membeli bakso, misalkan karena setelah liat isi dompet ternyata uangnya tipis, kemungkinan besar si abang bakso akan mengerti dan tidak marah seperti itu. Jadi, jangan pernah anggap remeh orang lain, bahaya!!!

14 April 2008

Amphibi-amphibi Muda

Di komunitas Tangan Di Atas (TDA), kami memberi gelar 'amphibi' bagi karyawan yang berbisnis. Amphibi merupakan tahap metamorfosa bagi seorang karyawan yang nantinya akan jadi pengusaha (full TDA). Nah, saat ini saya ingin menceritakan perjumpaan dengan para amphibi-amphibi muda. Mereka bukan member komunitas TDA, tapi semangatnya patut dicontoh.
Hari Jumat (11 April 2008) saya melakukan perjalanan ke Banjarnegara, Jawa Tengah, untuk menghadiri pernikahan teman sekantor. Saya dan teman-teman sekantor berangkat bersama menggunakan bus khusus yang telah kami sewa. Pernikahan teman kami tersebut cukup spesial, mengingat mempelai pria dan wanitanya merupakan rekan kerja satu kantor.
Bersama kami, ikut rombongan fotografer yang disewa untuk merekam momen pernikahan rekan kami. Mereka terdiri dari tiga orang, usianya masih muda sekitar awal 30-an. Merekalah yang saya sebut sebagai amphibi-amphibi muda. Mereka tergabung dalam sebuah usaha fotografi bernama galaxy studio. Usaha ini dijalankan secara online dan offline. Anda bisa melihat website-nya di http://www.gfotografi.com
Amphibi pertama bernama Brantas, yang merupakan founder dari galaxy studio. Dia ini bekerja di kedutaan asing. Kalau bicara masalah gaji mungkin sudah cukup, tapi dia punya harapan untuk memiliki usaha sendiri dan nantinya memiliki building sendiri untuk studionya. Usaha sampingannya ini dijalankan di hari-hari liburnya. Berawal dari hobi fotografi, ternyata usahanya ini bisa terus berjalan dan relasinya terus bertambah. Bisa dikatakan, ordernya cukup kencang, sampai bulan Juli sudah ada jadwal. Brantas terus menjalin komunikasi dengan konsumen yang telah menggunakan jasanya sehingga orderan terus mengalir.
Amphibi kedua bernama Ilham. Ilham ini juga seorang fotografer sekaligus video shooter. Seperti Brantas, hobi fotografinya membawa dia untuk mengkomersilkan kemampuannya. Menurut Ilham, seorang yang hobi fotografi, dengan terjun ke dunia bisnis fotografi maka skill-nya akan lebih cepat berkembang karena akan menemui banyak hal-hal baru yang membutuhkan teknik-teknik baru. Ilham yang bekerja sebagai teknisi di perusahaan industri kemasan ini juga punya mimpi untuk menjadi business owner. Tidak hanya bisnis fotografi, ilham ternyata juga memiliki usaha voucher HP di rumahnya. Usaha yang dimulai dengan modal awal Rp 500 ribu rupiah ini terus berjalan hingga kini ia memiliki deposit pulsa sebanyak lima jutaan rupiah.
Amphibi ketiga bernama Sopan. Di antara ketiga amphibi muda ini, Sopan yang gajinya sebagai karyawan paling kecil karena di tempat kerjanya dia berprofesi sebagai Office Boy. Meski sebenarnya bukan fotografer profesional, Sopan mau ikutan bisnis fotografi, sedikit-sedikit dia belajar fotografi dari teman-teman fotografernya. Sekarang mungkin Sopan hanya seksi sibuk di tim galaxy studio, tapi bukan tidak mungkin suatu hari nanti dia menjadi fotografer profesional. Dunia selalu berputar, bukan? Terutama bagi orang-orang yang mau berubah.
Ah, jadi tambah panas neh, harus lebih fokus bisnis nih ...

07 April 2008

Detik-Detik Rasulullah SAW Menjelang Sakaratul Maut

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning burung-burung gurun pun enggan mengepakkan sayapnya.

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata-bata memberikan petuah:

“Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan Cinta Kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah hanya kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, Sunnah dan Al-Qur’an. Barang siapa yang mencintai Sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku,”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukan kepalanya dalam-dalam.

Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.

Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang berseru mengucapkan salam.

“Assalaamu’alaikum….Bolehkah saya masuk ?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengijinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah.
“Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah aku ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah Malaikat Maut,” kata Rasulullah.

Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat Maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit untuk menyambut ruh kekasih Allah dan Penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah menanti Ruhmu, semua pintu Surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu semua ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini, Ya Rasulullah?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan Khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya’” kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

“Jibril, betapa sakit Sakaratul Maut ini.” Lirih Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

“Jijikkah engkau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu wahai Jibril?” Tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.

“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direngut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagi.

“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku”.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.

“Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu,”

Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“umatku, umatku, umatku”

dan….PUPUSLAH KEMBANG HIDUP MANUSIA MULIA ITU………
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya ?

(dikutip dari http://imso.wordpress.com)

"Di Tengah-Tengah 'Samudera Kesulitan' Selalu Ada Sebuah Pulau Yang Bernama 'Peluang Emas'..."