"Tak Seorang pun Dapat Memprediksi Seberapa Besar Sukses yang Akan Kita Capai, bahkan Kita Sendiri pun Tak Akan Pernah Tahu, Jika Kita Tak Pernah Memulai..."

23 Maret 2011

Siswi 5 SD Jadi CEO Perusahaan Bernilai Rp 4 M

Ini dia anak kecil yang bisa menjadi inspirator bisnis bagi orang dewasa. Anak kecil aja bisa :D

-------------------------------------------------------------------------------------------------

KISAH sukses dibuat bocah perempuan kelas lima SD di Amerika Serikat. Pada pagi hari, Hannah Altman menjalankan tugasnya sebagai pelajar. Pada malam hari, dia didapuk menjadi CEO untuk perusahaan keluarga bernilai USD500 ribu (Rp4 miliar lebih).

Hannah bertugas mengawasi situs online-nya, Hannah's Cool World. Situs ini menjual berbagai alat untuk anak seperti penutup pensil, penghapus, risleting dekoratif, dan berbagai mainan dan hadiah.

Hannah’s memiliki 12 ribu pelanggan di dunia, dan telah mengirimkan produk ke Italia, Israel, Norwegia, Spanyol, Australia dan Selandia Baru. Saat diluncurkan pada 2009, situs ini menjual 250 ribu penutup pensil seperti dikutip dari Huffingtonpost, Selasa (22/3/2011).


Hannah's Cool World adalah bagian dari IBeOn, perusahaan yang dimiliki orangtua Hannah, Rick dan Lauren Altman. Nama situs orangtua Hannah adalah CoolZips, yang menjual ritsleting dekoratif buatan tangan untuk tas, jaket, ransel, boneka binatang dan sejenisnya.

Kisah sukses Hannah dimulai pada 2009. Saat itu, Hannah dan orangtuanya sedang pergi ke restoran. Hannah melihat mesin penjual otomatis penutup pensil. Dia terpaku dan mendesak ayahnya agar membeli penutup pensil dalam jumlah besar. Namun Rick menolak permintaan itu karena menilainya hanya buang-buang uang. Namun karena Hannah terus mendesak, Rick pun rela membeli.

Petualangan Hannah pun dimulai. Dia ingin memiliki sebuah situs, untuk menjual penutup pensil. Tidak ingin meredam semangat kewirausahaan anak, Rick dan Lauren setuju. Mereka membuat situs bernama Hannah's Cool World dan membeli beberapa iklan Google sehingga pembeli bisa menemukannya ketika mengetik “penutup pensil”. Ternyata, ada pembeli yang tertarik.

Di lain waktu, ketika keluarga ini melewati mesin penjual otomatis, sang ayah, Rick menanyakan kepada Hannah, “Coba lihat barang apa yang menarik minatmu.”

Penjualan penutup pensil dan mainan serta barang lucu dari Hannah's Cool World yang meningkat, menginspirasi Rick menjadikannya bisnis full time. Pada Mei 2010, Rick berhenti dari pekerjaannya untuk bekerja dengan Lauren dan Hannah.

Meski Hannah harus bekerja keras, dia tidak kehilangan masa kanak-kanak. Warga West Bloomfield, Michigan ini menghabiskan waktu untuk bisnis keluarga selama lima jam dalam seminggu, atau satu jam dalam sehari setelah sekolah.

Tugas utama Hannah adalah mengecek secara online untuk mempelajari barang baru, produk yang sedang in yang berpeluang untuk dijual di situsnya. Terkadang, dia membantu untuk memenuhi pesanan atau menyelesaikan keluhan pembeli. Meski memiliki dua profesi, Hannah mengaku tidak merasa istimewa.

“Saya tidak membahas soal itu (pekerjaannya sebagai CEO) di sekolah. Ketika aku bermain dengan teman-teman, mereka melihat mainan yang berbeda di mana saja, apa yang menurut kami keren,” kata Hannah.

Meski sudah mendapat mendapat gaji hingga enam digit, Hannah tetap diperlakukan sederhana oleh orang tuanya.

“Kami akan memberikan uang untuk beberapa hal seperti membeli gitar. Tapi kami berusaha menyimpannya di bank. Bila Anda berusia 10 tahun dan memiliki perusahaan sendiri, dan Anda mampu menghasilkan uang, maka Anda akan menginginkan semuanya,” pungkas Lauren.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber:
http://kampus.okezone.com/read/2011/03/22/373/437576/siswi-5-sd-jadi-ceo-perusahaan-bernilai-rp4-m

22 Maret 2011

Kisah Sukses Pendiri Toko Buku Gunung Agung

Cerita ini bisa menjadi pelajaran bagi kita bahwa anak bandel mungkin tidak selamanya bandel. Bisa jadi Allah SWT mengubah hatinya suatu saat dan memberikan hidayah di akhir hidupnya. Berikut ini merupakan kisah dari Haji Masagung, pelopor toko buku sekaligus pejuang buku di Indonesia.
Semoga Bermanfaat :)

--------------------------------------------------------------------------------------------------


Tjio Wie Tay kecil sungguh bandel. Enam puluh lima tahun silam, lelaki kelahiran 8 September 1927 ini suka“mencuri” buku-buku kakaknya untuk dijual ke Pasar Senen, Jakarta Pusat. Bukan karena naluri kriminal. Anak keempat dari lima bersaudara itu melakukannya selain karena himpitan ekonomi, ia juga kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua. Maklum, setelah ayahnya, Tjio Koan An, meninggal dunia saat usia Wie Tay baru empat tahun, ibunya, Tjoa Poppi Nio, harus membanting tulang berdagang buah untuk menghidupi keluarga.

Saking nakalnya, Wie Tay tak bisa menamatkan sekolah. Padahal, sang ibu sudah mengirimnya ke Bogor. Paling tidak, Wie Tay sudah keluar masuk dua sekolah berbeda. Di kota hujan itu, Wie Tay tinggal bersama keluarga kakeknya yang merupakan pedagang ternama di kawasan Pasar Baru, Bogor. Makin besar, kenakalan Wie Tay makin menjadi. Sang paman pun akhirnya mengusir dia dari Bogor dan harus kembali ke Jakarta. Saat kembali ke ibukota, Wie Tay menemukan kenyataan bahwa keadaan ekonomi ibunya belum juga membaik. Tak ada jalan lain baginya kecuali harus mencari uang sendiri. Awalnya, ia kembali ke kebiasaan lama, mencuri buku pelajaran milik kakak demi mendapatkan 50 sen.

Setelah stok buku pelajaran yang bisa dicuri habis, Wie Tay mencoba menjadi “manusia karet” di panggung-panggung pertunjukkan rakyat. Dalam buku Bapak Saya Pejuang Buku yang ditulis Ketut Masagung, putra bungsu Wie Tay, Ketut menuturkan bahwa ayahnya kemudian banting setir menjadi pedagang rokok keliling.

Dengan modal 50 sen, yang didapat dari menjual buku curian, Wie Tay merintis usaha berdagang rokok keliling di kawasan Pasar Senen dan Glodok. “Saat itu, Wie Tay mulai rajin menabung. Karena sudah pernah merasakan susahnya mencari uang,” kenang Ketut Masagung. Sebelumnya, Wie Tay remaja nekat menemui Lie Tay San, saudagar rokok besar kala itu. Dari hasil keuntungan yang ditabungnya, dia berhasil membeli meja untuk menggelar dagangan di kawasan Glodok. Oleh karena belum mempunyai kios sendiri, saat harus menutup “jam operasional toko”, Wie Tay menitipkan meja itu di sebuah toko onderdil.

Karena sifat pemberani jualah Wie Tay bisa berkenalan dengan seorang tentara Jepang, yang saat itu mulai meringsek masuk ke wilayah Banten. “Wie Tay sebenarnya mengincar sepeda milik si tentara,” kisah Ketut. Belakangan, si tentara menghibahkan sepeda tersebut kepada Wie Tay. Alhasil, pemuda cerdik itu memiliki alat transportasi pribadi.

Bikin Kongsi


Menjadi pedagang rokok keliling menyadarkan Wie Tay bahwa di dunia bisnis masih ada tempat bagi pedagang kecil seperti dirinya, yang bisa hidup berdampingan di samping saudagar macam Lie Tay San. Soal pasokan pun, ia tak lagi bergantung pada saudagar itu. Sebab, Wie Tay menemukan pemasok rokok yang menawarkan harga cukup bersaing di Pasar Pagi. Di komunitas pedagang Senen, Wie Tay berkenalan dengan The Kie Hoat, yang bekerja di perusahaan rokok Perola, salah satu merek rokok laris kala itu. Persahabatan dengan Kie Hoat membuat Wie Tay makin akrab dengan saudagar Tay San. Suatu ketika, Kie Hoat mendapatkan tawaran bisnis dari koleganya, yakni menggarap pemasaran rokok Perola. Ketika saudagar Tay San masih ragu, Wie Tay yang amat belia dalam bisnis justru mengambil peluang emas itu. Wie Tay yakin mampu menjual cepat produk keluarga kakeknya yang merupakan pedagang perusahaan itu dan memperoleh laba besar. Prediksi Wie Tay benar. Tapi, sayangnya, Kie Hoat justru dipecat dari Perola karena dinilai melanggar aturan perusahaan, karena menjual rokok ke pihak luar yang bukan distributor.

Nasib buruk yang diterima Kie Hoat tidak mengakhiri persahabatan tiga pemuda tadi. Pada 1945, mereka mendirikan usaha bersama bernama Tay San Kongsie. Bidang usaha perusahaan tersebut tak hanya rokok, tapi juga bir cap Burung Kenari dan buku-buku impor dari Belanda. Tak dinyana, dagangan buku impor justru lebih laku. Saat itu, mereka berjualan dengan menggelar lapak di lapangan Kramat Bunder, tak jauh dari rumah Tay San. Selanjutnya, mereka membuka toko berukuran 3 x 3 meter persegi dan kemudian diperluas menjadi 6 x 9 meter persegi. “Oleh karena penjualan dari buku amat besar, tiga serangkai itu memutuskan untuk berhenti berdagang rokok dan bir, demi fokus menjajakan buku dan alat tulis kantor (ATK),” tulis Ketut dalam bukunya. Untuk mendapatkan buku-buku impor itu, Wie Tay rajin mendatangi rumah orang-orang Belanda yang hendak meninggalkan Indonesia. Biasanya, sekali mengetuk pintu, Wie Tay berhasil memborong puluhan buku berbahasa Belanda dengan harga miring.

Tiga tahun kemudian, mereka menegaskan status badan hukum perusahaan mereka menjadi Firma Tay San Kongsie. Saham mayoritas (40%), tentu saja dimiliki Tay San, porsi saham sisanya menjadi milik Kie Hoat (27%) dan Wie Tay (33%). Meski secara usia termasuk paling muda, Wie Tay dipercaya memimpin firma itu.

Seiring berjalannya waktu, Wie Tay berkeinginan untuk membesarkan usaha. Apalagi, setelah dirinya menikahi Hian Nio, gadis pujaannya, pada 13 Mei 1951. “Wie Tay mengusulkan kepada kedua rekan untuk menambah modal usaha. Tapi, Tay San keberatan,” kata Ketut. Di kemudian hari, Tay San tetap mengelola toko buku di lapangan Kramat Bunder, yang kini menjelma menjadi Toko Buku Kramat Bundar.

Kebesaran Sang Gunung Besar


Dengan modal Rp500, Wie Tay dan Kie Hoat mendirikan perusahaan dengan bentuk badan hukum NV. Setelah lama mencari nama untuk tokonya, Wie Tay mencoba menerjemahkan nama Tay San ke dalam Bahasa Indonesia. Ia mendapati nama Gunung Besar atau Gunung Gede. Tapi, Wie Tay mengubahnya sedikit menjadi Gunung Agung. Bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke-26, pada 8 September 1953, Wie Tay meresmikan NV Gunung Agung, sebuah toko di jalan Kwitang No. 13, kawasan Kwitang dikenal sebagai ‘tempat jin buang’ anak alias sepi banget. Baru setelah berdiri toko Gunung Agung, kawasan Kwitang menjadi hidup. Di hari peresmian NV Gunung Agung, Wie Tay dan Kie Hoat menggelar pameran buku. Saat itu, mereka berhasil memamerkan 10.000 buku. Setahun sesudahnya, di hari jadi ke-2, Wie Tay menggelar kembali pameran buku. Tapi, kini berskala nasional dengan tajuk Pekan Buku Indonesia 1954. Di acara tersebut, pria yang sempat menjual buku ini berhasil berkenalan dengan dua tokoh yang amat dikaguminya, Bung Karno dan Bung Hatta.
Masa keemasan Gunung Agung datang dengan cepat. Pesanan dari luar Jakarta terus berdatangan. Tak cuma buku, tapi juga permintaan akan kertas stensil, pita mesin tik, dan tinta. Melihat kondisi tersebut, Wie Tay berpikir untuk membina usaha dengan kalangan yang dekat dengan buku, seperti wartawan atau pengarang. Ia lalu membentuk semacam komunitas pecinta sastra. Anggotanya tak cuma wartawan senior, tapi ada juga saudagar yang bergabung. Dasar otak pebisnis, Wei Tay menerbitkan buku-buku hasil karya para anggota komunitasnya. Dan, berkat kedekatannya dengan Bung Karno, toko buku Gunung Agung dipercaya membantu pemerintah menyelenggarakan pameran buku di berbagai kota di Indonesia, tiap tahunnya. Bahkan, pada 1956, atas permintaan pemerintah, toko buku besutan Wei Tay menggelar pameran buku di Malaka dan Singapura.

Di hari jadinya yang ke-10, toko buku Gunung Agung berpindah ke sebuah gedung megah berlantai tiga di jalan Kwitang No. 6 Jakarta Pusat. Tak tanggung-tanggung, yang meresmikan gedung itu adalah Bung Karno. Sedangkan toko Gunung Agung yang lama kini menjelma menjadi Gedung Idayu dan Toko Walisongo, yang masih tercatat milik Wie Tay.

Kiprah Wie Tay dalam mengawal misi nasionalisme terus berlangsung. Selain menerbitkan dan memasarkan buku-buku karya dan biografi Bung Karno, macam Di Bawah Bendera Revolusi, Gunung Agung mengisi kebutuhan buku bagi masyarakat Irian Barat saat Trikora. Di propinsi paling barat di wilayah Indonesia, Wie Tay bertemu Herlina, pengarang buku Pending Mas yang kemudian memberi nama Masagung kepada juragan buku itu. Penggantian nama itu lalu disahkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, setelah Wie Tay pulang dari Irian Barat. "Penerbitan buku-buku Bung Karno inilah yang membawa Gunung Agung Menanjak,” aku Ketut. Pada 1989, keluarga Masagung menyerahkan pengelolaan Gunung Agung kepada profesional, dan mencatatkan diri ke Bursa Efek Jakarta (kini Bursa Efek Indonesia), dua tahun setelahnya. Kini, cucu Masagung, Ryan, mulai dipercaya untuk membantu pengelolaan Gunung Agung.

Menjelang usia ke-50, pada 1975, Masagung memutuskan untuk masuk Islam. Alasannya, sebagai pedagang, Masagung merasa hanya memikirkan uang, kedudukan, dan kehidupan yang nyaman. “Saya takut tenggelam dalam dunia yang berlimpah dan bisa membawa ke dunia maksiat,” tutur Masagung, seperti dikutip buku Saya Memilih Islam karya Abdul Baqir Zein. Setelah pulang dari ibadah haji, lima tahun setelah menjadi mualaf, Masagung mendirikan Yayasan Masagung. Pada Senin, 24 September 1990, seusai salat Subuh, Haji Masagung berpulang ke sang khalik.

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber:
http://www.majalahduit.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1136:den&catid=52:cat-buku&Itemid=68

Ki Manteb Soedarsono, Hidayah Lewat Sang Buah Hati

Saya selalu terkesan kepada orang-orang yang mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Berikut ini salah satu kisah masuk islamnya Dalang kondang Ki Manteb Soedarsono. Semoga bermanfaat.

-------------------------------------------------------------------------------------------------



Sang Anak Tak Henti-hentinya Mengajak Dia untuk Mengerjakan Shalat

Anak adalah anugerah Allah yang tak terhingga. Ia bagaikan permata dalam sebuah keluarga. Menghadirkan kesenangan dan kebahagiaan di kala susah. Dan menjadi penghibur di saat sedih. Karena itu, tak lengkap bila kebahagiaan yang dirasakan tanpa kehadiran seorang anak dalam keluarganya.

Sebagai seorang anak, sudah semestinya untuk menaati segala yang diperintahkan kedua orang tuanya, selama perintah itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Lalu, bagaimana bila anak tak mau menuruti kehendak orang tuanya, sementara orang tuanya masih belum menjalankan kewajibannya sebagai seorang Muslim? Berdosakah ia (anak itu)?

Mungkin, pertanyaan itu layak diajukan pada dalang kondang, Ki Manteb Sudarsono (60). Bagaimana tidak, bila seharusnya seorang anak berkewajiban untuk taat dan menuruti perintah orang tuanya, ternyata sang anak justru melakukan perlawanan hingga melancarkan aksi mogok.

Dan ternyata, aksi mogok anaknya itu, membuat hati Ki Manteb 'Oye' Sudarsono luluh. Dan ia pun 'harus' menuruti kemauan sang anak. Ia takluk. Padahal, dalam keseharian, sang dalang yang pernah dijuluki sebagai dalang setan ini, terbiasa tegar dan teguh saat memainkan anak wayang adegan perang tanding dalam dunia pakeliran.

Dalang kondang yang piawai dalam bidang olah sabethingga dijuluki dalang setan ini tidak kuasa menghadapi gerilya si buah hati, hingga akhirnya memeluk Islam. Perjuangan panjang ditempuh si bungsu, Danang buah perkawinan dengan Srisuwarni (almarhumah). Ketika itu, si bocah baru duduk di kelas tiga sekolah dasar (SD). Namun, bocah berperawakan mungil itu mampu meluluhkan hati sang bapak yang berhati keras dan temperamental dalam bersikap.

Menurut Ki Manteb, saat itu ia tengah duduk termenung di teras rumah di Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Cuaca gerah lantaran sengatan terik matahari persis di atas ubun-ubun. Ia melihat si anak, Danang, dan bocah sebayanya, tengah berjalan kaki di pematang sawah hendak menjalankan shalat Jumat.

''Wow iya, bocah semono mlaku telung kilometer turut galengan panas-panas neng desa tonggo mung arep shalat Jemuah, (Oh iya, anak segitu jalan kaki tiga kilometer di pematang sawah, panas-panas, ke desa tetangga hanya untuk melaksanakan shalat Jumat),'' batinnya.

Saat itu, keimanan Ki Manteb, masih campur aduk. Islam tidak, Hindu tidak, dan Kristen juga tidak. Melihat anaknya sedang menuju masjid, terenyuh juga hatinya yang keras bagai batu itu. Ia terketuk. Dalam hatinya, ia berkata, Seandainya di dekat rumahnya ada masjid, pasti anaknya tidak lari panas-panas di pematang sawah sambil menggamit kain sarung kalau hanya untuk melaksanakan shalat Jumat.

Menjelang pelaksanaan shalat Jumat, Ki Manteb menghampiri si anak. Ia menyarankan, agar anaknya naik mobil diantar sopir menuju masjid, biar tidak kepanasan. Tak dinyana, sarannya itu ditampik sang anak. Anaknya bersikap acuh. dan mengatakan sesuatu yang sangat menusuk hatinya. ''Mending jalan. Biar jauh jaraknya ke masjid, pasti pahalanya banyak. Saya mau naik mobil, asal bapak juga ikut shalat,'' tegas Danang.

Pernyataan anaknya itu, benar-benar membuatnya harus berpikir keras. Namun, tak sempat ia memberikan jawaban, sang anak sudah pergi. Tinggal dia sendiri sambil termenung. Ia membayangkan sikap anaknya yang atos (keras) seperti sikapnya selama ini. Ia merasa berat melaksanakan shalat. Jangankan shalat Jumat, shalat lima waktu lainnya pun sering ia tinggalkan.

Namun, sikap anaknya yang keras dan mengatakan hanya akan mau naik mobil kalau dia juga shalat, terus membayanginya. Ia lalu berencana untuk membangun masjid di dekat rumahnya. Tak berapa lama kemudian, rencananya itu ia wujudkan dengan membangun masjid. Apalagi, ketika itu kariernya sebagai dalang, juga makin naik pamor. Dan dalam tempo delapan bulan, berdirilah sebuah masjid. Persis di depan rumahnya.

Namun, ketika masjid sudah berdiri, bukannya tambah senang, sebaliknya ia merasa hatinya tambah gundah. Sebab, ia tidak pernah datang ke masjid. Apalagi melakukan shalat di dalamnya. Hampir setiap hari, Ki Manteb jadi bahan ejekan dan olok-olokan rekan seprofesinya. Saban pentas wayang kulit sebulan sekali, Selasa Legen memperingati hari kelahirannya di rumahnya, ia mesti kena sindir. Setiap dalang yang pentas mengkritik. ''Lha iya, sudah bangun masjid megahnya seperti ini, kok belum shalat juga,'' sindir para dalang itu.

Begitu juga dengan sikap Danang. Si kecil ini tak bosan-bosan mengajaknya untuk mendirikan shalat. Bahkan, si bocah yang baru kelas tiga SD itu, meminta bantuan Ki Anom Suroto salah seorang dalang senior agar membujuk bapaknya untuk shalat.

''Pakde, mbok bapak diajak shalat. Wong sudah membangun masjid, kok belum shalat juga,'' rayu Danang pada Ki Anom. Dan, dalang kondang asal Solo itu pun terenyuh dengan permintaan Danang. Ia membujuk Ki Manteb untuk mendirikan shalat.

Keras Bagai Batu

Berbagai bujukan dan rayuan, baik dari anaknya maupun rekan sesama dalang, tak menggoyahkan hati Ki Manteb untuk mengerjakan shalat. Ia malah makin kukuh pada keyakinannya. Islam tanpa harus shalat. Hatinya mengeras bagai batu karang. Tak runtuh oleh deburan ombak yang keras.

Namun, upaya Danang tak berhenti sampai di situ. Sikap keras ayahnya, ia lawan dengan keras pula. Mogok. Danang emoh pulang dan tinggal di rumah. Ia lebih memilih masjid sebagai sarana untuk mengubah sikap ayahnya.

Hari-harinya dihabiskan di masjid. Berangkat sekolah dari masjid. Pulang sekolah juga ke masjid. Tidak mau pulang ke rumah. Tidur juga di masjid. Kalau tidak dikirim ransum (makanan--red) dari rumah, juga tidak mau makan.

Ibundanya, Srisuwarni, yang mengalah. Setiap hari, sang bunda mengirim bekal makan ke masjid untuk anak tercinta. Melihat hal ini, emosi dalang pengagum sosok Buto Cakil dan 'Ketek' Anoman ini, makin tak keruan. Ia dongkol campur jengkel. Ki Manteb menganggap anak ragil (bungsu), sudah tidak bisa diatur. Batinnya muntab. ''Dasar anak kurang ajar, berani mengatur orang tua,'' batin Ki Manteb.

Hari demi hari, bulan demi bulan, hingga bertahun-tahun, perang urat syaraf antara anak dan bapak ini, tak berhenti juga. Belum ada gencatan senjata atau kata damai di antara keduanya. Perang terus berlanjut, hingga tiga tahun lamanya.

Selama itu pula, Ki Manteb dan anaknya neng-nengan (diam, tak bertegur sapa) dengan anaknya, Danang. Tidak ada komunikasi ini sejak Danang duduk di kelas tiga hingga kelas enam SD. ''Anak itu saya biarkan selama tiga tahun, dari 1992 sampai 1995,'' ungkap Ki Manteb.

Namun, hidayah Allah SWT, akhirnya mampu membuka hati Ki Manteb yang keras bagai batu itu menjadi lembut. Ketika itu, Desember 1992, istrinya, Srisuwarni, dan kedua anaknya (Danang dan Gatot) hendak melaksanakan umrah. Mereka bertiga, hendak pamit ke Tanah Suci.

Dari sini, mulai muncul kesadaran Ki Manteb. ''Saya ini bekerja cari duit, ya untuk anak istri. Masak, anak istri di Makkah, saya ongkang-ongkang sendirian di rumah,'' ujarnya. '' Keglelengan (kesombongan) saya saat karier menanjak, duit banyak, saat itu runtuh perlahan-lahan. Ini semua karena terpengaruh anak-istri. Maka, saya memutuskan, saya harus ikut umrah juga,'' lanjutnya. Ia mengaku kalah dengan sikap anaknya.

Karena itu, sebelum berangkat umrah, Ki Manteb mengikrarkan diri mengucap dua kalimat syahadat di masjid yang dibangunnya. Kalangan seniman, pejabat pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama diundang. Termasuk Bupati Karanganyar saat itu, Sudarmaji. Pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, KH Muhammad Amir SH, yang menuntunnya mengucapkan dua kalimat syahadat.

Semua Agama

Awalnya, Ki Manteb mengaku, tak begitu yakin dengan semua agama yang ada. Baginya, agama apa pun, sama saja. Karena itu pula, ia pernah mengikuti semua agama dan aliran kepercayaan. Pernah menjadi penganut agama Hindu, Budha, Kristen, Katolik, maupun beragam aliran kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa (YME). Berpindah-pindah agama hal yang biasa. Dan, selalu berakhir dengan ketidakyakinan dan ketenteraman. Menurut Ki Manteb, kala itu, semua agama itu baik. Semua itu tergantung pada manusia yang menjadi penganutnya.

Namun, setelah memahami dan mendalami serta merasakan betapa kuatnya keyakinan sang anak terhadap agama Islam, ia pun merasa lebih tenteram saat menjadi seorang Muslim. ''Hati ini teduh, damai, dan pasrah pada Tuhan,'' terangnya.

Maka, pada 1996, bersama keluarganya, Ki Manteb menunaikan ibadah haji. Sebelum berangkat, ia sempat mengisi pentas wayang kulit di Hari Ulang Tahun (HUT) Taman Mini Indonesia Indah (TMII) atas permintaan Pak Harto dan Ibu Tien. Ketika itu, Pak Harto mendoakannya agar menjadi haji yang mabrur. Dan saat tengah menunaikan ibadah haji, ia menerima kabar bahwa Ibu Tien Soeharto meninggal dunia.

Seusai melaksanakan rukun Islam yang kelima, ia pun menyandang predikat haji. Nama itu, ternyata menambah beban baginya. Sebab, sepulang dari haji itu, berbagai olok-olokan kembali dialaminya dari sesama dalang. Ada yang menyebutnya sebagai kaji abangan, kaji kejawen, kaji merah, kaji campur bawur, kaji etok-etokan, dan sebagainya. Namun, semua itu ia abaikan. Ia yakin, yang mengolok-olok itu belum tentu lebih baih baik dari yang diolok-olok. ''Malah sudo (berkurang) dosanya,'' katanya.


Pasrah dan Tawakkal Pada Allah

Sejak menjadi Muslim, Ki Manteb Sudarsono merasakan sebuah keajaiban dalam dirinya. Ia merasa semakin pasrah dan tawakkal kepada Allah. Dahulunya, kata Ki Manteb, hidupnya serba kemrungsung (tergesa-gesa). ''Kalau lagi sepi job (kerja), saya bingung, gelisah. Nanti makan dari mana, ya. Namun, sekarang lebih semeleh (berserah diri). Ada job atau tidak, biasa saja. Semua rezeki, Allah yang mengatur,'' terangnya.

Dan, benar saja. Semua dijalani mengalir seperti air. Falsafah Jawa, Urip iku sakdermo nglakoni (Hidup itu hanya sekadar menjalankan), terasa tepat untuknya. Kalau lagi sepi job, justru ia manfaatkan untuk beribadah. Dan kalau lagi ramai tanggapan (permintaan), ia senantiasa ingat Allah. ''Sekarang lebih gampang bersyukur. Selalu bersikap pasrah dan berserah diri kepada yang kuasa. Hidup ini dinikmati serba tenteram dan damai selalu,'' ujarnya.

Ki Manteb menyatakan, seorang dalang memiliki peran yang sangat penting. Terutama dalam upaya sosialisasi, penerangan, dan mengajak masyarakat pada kebaikan. Karena itu, dibutuhkan wawasan dan pengetahuan keagamaan untuk mengajak orang. ''Dalang mesti mampu menyampaikan pesan amar ma'ruf nahi munkar dalam dunia pekeliran,'' ujarnya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber:
http://republika.co.id:8080/berita/97402/Ki_Manteb_Soedarsono_Hidayah_Lewat_Sang_Buah_Hati

10 Maret 2011

Memulai Gerakan “BELI INDONESIA”

Artikel ini atau lebih tepatnya catatan orasi ini saya copy dari situs iibf-indonesia. Isinya menarik, analisa yang tajam dari Pak Heppy Trenggono - ketua IIBF tentang penguasa pasar di Indonesia dan pentingnya membeli produk-produk negeri kita sendiri. Selamat menikmati :)

----------------------------------------------------------------------------------------------


Dulu tanah air kita dijajah oleh negara asing, dan hari ini kehidupan kita dikuasasi oleh produk orang asing. Hampir semua barang kebutuhan hidup kita dibuat oleh orang asing. 92% produk teknologi yang kita pakai buatan asing, 80% pasar farmasi dikuasai asing, 80% pasar tekstil dikuasai produk asing. Dengan penduduk 237 juta jiwa Indonesia merupakan pasar besar yang sangat menggiurkan. Tetapi juga sangat menakutkan bila negara ini bangkit menjadi negara produsen. Presiden IIBF, H.Heppy Trenggono menyampaikan dalam orasinya di depan 513 pengusaha dari 42 kota di Indonesia. Orasi itu adalah bagian dari peluncuran gerakan “BELI INDONESIA” yang digagas oleh sejumlah pengusaha yang ada di IIBF.

Indonesia hari ini tercatat sebagai negara yang paling konsumtif nomor 2 di dunia (AC Nieilsen). Itulah salah factor pendukung Indonesia menjadi surga bagi produk asing yang ditandai membanjirnya produk luar dengan menggeser produk lokal dan membunuh pabrik-pabrik yang membuatnya. “Tahun 2005 ada 429 pabrik tekstil kolaps, tiga tahun kemudian 200 diantaranya gulung tikar. Di tahun 2010, Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan China sebesar Rp.53 Triliyun”, kata Heppy

Lihat berapa pendapatan perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. “Sebuah perusahaan yang menguasasi pasar air dalam kemasan meraup penjualan sebesar Rp. 10 triliyun/ tahun. Sebuah produsen minuman ringan yang menguasai 40 pasar minuman ringan dalam negeri dengan penjualan 10 trilyun/ tahun. Produsen yang consumer good berupa pasta gigi, shampoo, sabun dan-lain-lain menguasai 40 % pasar meraup penjualan Rp. 20 Triliyun/ tahun,” kata Heppy berapi-api. Heppy menambahkan, ada satu Produsen susu formula yang mengendalikan 80 persen petani susu di Indonesia, mengusai 50 %pasar susu dengan berbagai merek meraih penjualan sebesar Rp. 200 Triliyun/ tahun. (Bandingkan dengan anggaran satu tahun untuk Angkatan bersenjata kita yang hanya Rp. 30 Triliyun/tahun 2008). Sementara produk-produk baru bermerk lokal sangat sulit untuk masuk supermarket dengan cara membuat listing fee dan pemotongan harga yang sangat tinggi.

Akibatnya, hari ini tercatat omset toko-toko kecil turun dari Rp. 800 ribu / hari menjadi Rp.400 ribu/ hari. Setiap tahun 1,6 juta pedagang tradisional bangkrut. Dan semakin hari semakin kecil kesempatan masyarakat untuk menjadi pedagang/ pengusaha karena semua sektor hulu dan hilir sudah dikuasai oleh pemain asing. Ini artinya Indonesia akan menghadapi bencana ekonomi yang lebih dahsyat dari bencana alam yang selama terus mendera negara ini. Sebelum ada AFCTA (Asean China Free Trade Area) industri tekstil dalam negeri sudah banyak yang kolaps hanya dengan barang-barang seludupan dari luar. Dan hari ini pemerintah telah membebaskan lebih dari 54.000 pos yang masuk ke Indonesia tanpa bea. Ibarat perang, Indonesia menghadapi musuh yang bersenjata lengkap tetapi kita bertelanjang dada.

Mengapa produk asing sangat bebas menguasai kehidupan kita sementara produk dan pemain lokal tidak tumbuh bahkan terus mati? Karena kita tidak memiliki sesuatu yang jelas untuk kita bela. Seharusnya kita membela Kejayaan Bangsa sendiri daripada membela kejayaan bangsa lain. Tidak jelasnya pembelaan ini juga yang membuat kita memutuskan untuk menghentikan produksi pesawat IPTN. “Apa yang kita bangun kita hancurkan dengan tangan sendiri. Kita sebut bahwa negara kita ini tidak cocok untuk industry high-tech seperti pesawat karena kita negara agraris. Hari ini, agraris juga tidak dibangun sementara high-tech kita matikan,” jelas Heppy. Seharusnya saat ini kita sudah menjadi negara pembuat pesawat hebat, namun kenyataannya kita sangat bangga disebut sebagai pembeli pesawat.

Maka sekarang, lanjut Heppy, kita harus membangun dan membela negeri sendiri. Caranya dimulai dengan membeli produk buatan sendiri. Inilah pertahanan terakhir menghadapi gempuran produk asing untuk menghindari terjadinya bencana ekonomi Indonesia ke depan. Membeli produk sendiri berarti kita membela bangsa dan saudara sendiri. Jika produknya dibeli maka akan bertumbuh industri-industri. “Jika industri tumbuh maka tidak perlu lagi anak-anak negeri ini pergi ke luar negeri menjadi TKI karena mereka mudah mendapatkan penghidupan di negeri sendiri,” kata Heppy.

Di bagian akhir orasinya Heppy mengajak semua pihak untuk ikut mengkampanyekan gerakan ini. Sebagian dari peserta yang hadir dalam acara ini adalah para pengurus dan pembina dari komunitas bisnis seperti TDA yang hadir dengan beberapa pengurus dan ketua Dewan Pembinanya, H. Alay. Hadir juga Presiden MIFTA, Deddy Rahman, Walikota Pekalongan M.Basyir Ahmad yang datang bersama istrinya, dan lain-lain. Untuk gerakan Beli Indonesia ini, kata Heppy, IIBF telah menetapkan tiga sikap perjuangan, Pertama, Membeli Indonesia. Membeli produk bukan karena lebih baik, bukan karena lebih murah tapi karena buatan Indonesia. Kedua, Membela Indonesia. Sikap jelas dalam pembelaan. Membela martabat bangsa, membela kejayaan bangsa. Ketiga, Menghidupkan Persaudaraan. Aku ada untuk kamu, kamu ada untuk aku, kita ada untuk tolong menolong

Usai orasi itu, acara dilanjutkan dengan penandatanganan komitmen Beli Indonesia oleh semua peserta yang hadir pada sebuah spanduk yang berlogo dan bertuliskan “BELI INDONESIA”. Doa penutup dipimpin oleh Ustadz Helmy Jatnika. Usai peluncuran ini sejumlah perwakilan pengusaha dari seluruh Indonesia mengadakan rapat pembentukan panitia Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia (Kongres KEI) yang digelar di Solo, Jawa Tengah pada pertengahan Juni 2011.

-----------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber:
http://www.iibf-indonesia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=267:hot-news-9&catid=47:hot-news&Itemid=79

04 Maret 2011

Sebisa Mungkin, Bebaskanlah Diri Dari Hutang

Hutang adalah beban dan hanya memberikan kesenangan sementara karena selebihnya adalah penderitaan. Anda bisa setuju atau tidak, tapi itulah kenyataan yang saya dan tidak sedikit orang lain alami.

Mengapa harus menjauhi hutang? Sebagai seorang muslim, itu sesuai dalam sebuah do’a yang dibaca di akhir shalat (sebelum salam), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan dari dua hal ini, yaitu berbuat dosa dan banyak utang.

‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdoa di akhir shalat (sebelum salam):

Allahumma Inni A’udzu Bika Min Fitnatil Masihid Dajjal, Wa A’udzu Bika Min Fitnatil Mahya Wal Mamaat, Allahumma Inni A’udzu Bika Minal Ma’tsami Wal Magrom

"Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari adzab kubur, aku berlindung kepada-Mu dari bahaya dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan hidup dan mati. Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari berbuat dosa dan banyak hutang.”

Ibnul Qoyyim dalam Al Fawa’id (hal. 57, Darul Aqidah) mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat dosa dan banyak hutang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di akhirat, sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia.”

Itulah yang diajarkan oleh suri tauladan kita. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berdoa meminta perlindungan dari kedua hal ini dengan tujuan agar tidak rugi dunia akhirat.

Terlebih lagi, pinjaman dengan memakai bunga (riba). Meski telah diharamkan dalam islam, pinjaman bunga berbunga ini tetap saja dipraktikkan dimana-mana, baik itu di bank-bank, koperasi, sampai per orangan hingga tanpa sadar kita pun terseret dalam gaya hidup tersebut. Saat ini pun saya sebenarnya telah menjadi korban dari praktik riba tersebut dan saya bertekad untuk sebisa mungkin mempercepat pembayaran hutang. Karena apa? Semakin lama jangka waktu pembayaran maka semakin besar bunga yang kita bayarkan, bank semakin untung, tapi kita makin buntung dan penderitaan pun semakin lama. Dan saya beserta istri pun berjanji untuk sebisa mungkin tidak berhutang di masa depan, insya Allah.

Berikut ini saya tampilkan cara-cara membebaskan diri dari jeratan hutang yang saya cari dengan bantuan om google.

1. Stop Hutang dan Buang-Buang Uang
Setelah hutang menggunung dan kita sadar bahwa harus membayar maka yang pertama dilakukan adalah memblokir kartu kredit di bank dan memusnahkan semua kartu kredit dan kartu atau sarana meminjam uang/kredit lainnya. Musnahkan dengan cara menggunting, membakar, atau melumatkan kartu tersebut hingga hancur lebur.
Perlu juga mengubah pola gaya hidup dari yang konsumtif menjadi irit dan pelit karena keadaan. Segera berkaca dan pelajari cara orang yang berpenghasilan bertahan hidup (perlu juga liat acara “Jika Aku Menjadi” di TV ^_^). Segera tiru dan jelaskan serta ajarkan perubahan gaya hidup kepada anggota keluarga yang lain demi penyelamatan ekonomi keluarga yang sedang terpuruk hancur berkeping-keping.

2. Buat Daftar Hutang
Mulai menulis rincian hutang. Catat hutang yang berasal dari perorangan. jika menggunakan kartu kredit , susun mulai dari suku bunga tertinggi hingga terendah.

3. Tentukan Persentase Pembayaran
Persentase standar pembayaran hutang minimal 10 persen dari pendapatan Anda. Jika hutang Anda membengkak, Anda harus tegas untuk menaikkan persentase pembayaran hutang.
Apalagi dengan kartu kredit, percuma saja Anda membayar dengan pembayaran minimal. Cara ini tidak akan membayar hutang pokok, melainkan bunga. Jadi Anda harus membayar di atas pembayaran minimal.

4. Mulai Membayar
Selesaikan hutang satu per satu. Fokus pada hutang dengan tingkat bunga paling tinggi dari seluruh hutang Anda. Jika Anda hanya punya satu kartu kredit dan berhutang pada seseorang yang non bunga, katakan pada orang itu untuk menunda pembayaran atau menyicil dengan jumlah lebih kecil. Setelah hutang berbunga tinggi lunas, berpindah ke hutang yang tersisa, hingga lunas.
Gadai atau jual segera barang-barang yang dimiliki, baik yang berharga maupun yang tidak berharga. Jual semua barang-barang hasil pembelian dari kartu kredit. Jika kurang, jual juga barang lain yang bisa dijual atau digadaikan. Lakukan secepatnya agar hutang bank tidak terus bertambah akibat sistem bunga-berbunga yang mencekik urat leher. Jika masih kurang juga, jual saja mobil, tanah, dan lain-lain.
Untuk mendapat harga yang lumayan dan cepat terjual, Anda bisa coba forum jual beli di situs web kaskus, jual ke teman/saudara atau digadai di pegadaian dekat rumah Anda. Di samping itu cari juga bisnis sampingan atau pekerjaan serabutan yang menghasilkan uang yang banyak, tapi halalan toyiban. Setelah uang di dapat ,segera lunaskan utang yang tersisa.

5. Buat Pos Pengeluaran
Untuk menghindari terjerat hutang lagi, buat persentase pos pengeluaran. Mungkin Bisa dipakai rumus berikut: 50 persen biaya hidup sehari-hari, 10 persen untuk rekreasi, 10 persen untuk investasi, 10 persen untuk tabungan, 10 persen untuk sedekah, dan 10 persen untuk biaya tidak terduga.

6. Kembali Ke Jalan Yang Benar
Dari pengalaman pahit Anda memiliki hutang dan mungkin pernah dikejar atau diintimidasi pihak penagih hutang (debt collector), Anda bisa mulai berubah ke arah yang lebih bijaksana. Segera tinggalkan kartu kredit dan beralih ke kartu debit serta sistem pembayaran kontan alias cash.
Hiduplah sederhana jangan berlebih-lebihan karena itu tidak baik. Sesuaikan gaya hidup dengan penghasilan keluarga, serta jangan pernah melupakan investasi dan tabungan untuk masa depan.

O iya, jangan lupa sering-sering baca doa agar dibebaskan dari hutang seperti di artikel Rahasia Doa Mengatasi Hutang ya.

Semoga saya dan semua yang membaca artikel ini cepat terbebas dari hutang dan menjadi orang kaya sejati, yang selalu punya mental memberi bukan mental penerima. Amin Ya Robbal Alamin….

Referensi:
http://organisasi.org
http://www.fool.com
Pengusaha muslim.com
Astaga.com
bennylo.blogdetik.com

03 Maret 2011

6 Kesalahan Besar yang Menjadi Pembunuh Bisnis

Ini saya dapat dari ceramah bisnis Pak Heppy Trenggono, ketua IIBF (Islamic Business Forum) Indonesia dan owner perusahaan kelapa sawit Balimuda. Berikut ini 6 kesalahan besar yang menjadi pembunuh bisnis (business killer).

1. Terlalu Terobsesi pada Produk/Ide
Terlalu terfokus pada produk sehingga mengabaikan pasar. Menurut Pak Heppy, produk/ide bagus hanya 1% dari faktor sukses. Yang paling penting adalah “Bagaimana Anda Melakukan Bisnis”.

2. Speed (Kecepatan)
Speed is not your friends, especially for beginners (Kecepatan bukanlah teman, terutama untuk pebisnis pemula). Terburu-buru menjadi besar tanpa disertai ilmu bisnis yang memadai dapat menyebabkan kehancuran bisnis yang menyakitkan. Perkecil resiko meskipun untuk hasil besar.

3. Technical Success
Jika Anda sangat menyukai atau sangat jago akan suatu hal jangan buka bisnis berhubungan dengan hal tersebut karena Anda akan menyita waktu mengurusi hal-hal teknis saja sehingga pengelolaan bisnis terabaikan.

4. Optimisme yang Berlebihan
Optimisme yang berlebihan merupakan perwujudan sifat terburu nafsu karena melihat tawaran bisnis yang menggiurkan. Biasanya bisnis yg ditawarkan to good to be true, keuntungannya super fantastis. Di situlah harus hati-hati, biasanya ada kesulitan yang tidak kita lihat. Karena business is intelectual sport, bukan nafsu. Jangan mainkan bisnis dengan emosional. Ketika kita mempertimbangkan bisnis, gunakan kalkulator, bukan perasaan.

5. Lack of Second Idea (Kurangnya Ide Kedua/Inovasi)
Lupa untuk melakukan inovasi. Padahal, kunci bisnis ada 2, marketing dan inovasi. Pasar selalu berubah, dunia berubah, kompetisi berubah. Sukses jaman dulu tidak menjamin sukses di masa depan. Jadi, mesti selalu berkomunikasi pada pasar.

6. Run Out Cash flow (Tidak Ada Cash Flow)
OCF (Operating Cash Flow): cashflow dari hasil operasi merupakan cashflow yg paling penting. Sementara ICF (Investing Cash Flow) merupakan cash untuk membeli asset. Yang kita butuhkan adalah Free Cash (OCF – ICF), free cash inilah yang merupakan uang yang benar-benar bisa dinikmati. Sales naik, profit naik, tapi OCF minus, berbahaya. OCF yang selalu negatif merupakan tanda-tanda perusahaan menuju kehancuran.

Semoga bermanfaat.

02 Maret 2011

Rahasia Do'a Mengatasi Hutang

Abu Said Al-Khudhri radhiyallahu ’anhu bertutur: “Pada suatu hari Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam masuk masjid. Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu ’anhu sedang duduk di sana. Beliau bertanya: ”Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat kau sedang duduk di luar waktu sholat?” Ia menjawab: ”Aku bingung memikirkan hutangku, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya: ”Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do’a yang apabila kau baca maka Allah ta’aala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?” Ia menjawab: ”Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,”Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari, bacalah do’a:

Allahumma innii a'udzubika minal hamma wal hazan, wa a'udzubika minal 'azzi wal kasal, wa a'udzubika minal jubni wal bukhl, wa a'udzubika min gholabatiddayni wa qohrirrojaal

Artinya:
”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.”

Kata Abu Umamah radhiyallahu ’anhu: ”Setelah membaca do’a tersebut, Allah berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.” (HR Abu Dawud 4/353)

Doa ampuh yang diajarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam kepada Abu Umamah radhiyallahu ’anhu merupakan doa untuk mengatasi problem hutang berkepanjangan. Di dalam doa tersebut terdapat beberapa permohonan agar Allah ta’aala lindungi seseorang dari beberapa masalah dalam hidupnya. Dan segenap masalah tersebut ternyata sangat berkorelasi dengan keadaan seseorang yang sedang dililit hutang.

Pertama, ”Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih.” Orang yang sedang berhutang biasanya mudah menjadi bingung dan tenggelam dalam kesedihan. Sebab keadaan dirinya yang berhutang itu sangat potensial menjadikannya hidup dalam ketidakpastian alias bingung dan menjadikannya tidak gembira alias berseduih hati.

Kedua, ”Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas.” Biasanya orang yang berhutang akan cenderung menjadi lemah. Dan biasanya orang yang malas dan tidak kreatif dalam menjalani perjuangan hidup cenderung mudah berfikir untuk menacari pinjaman alias berutangketika sedikit saja menghadapi rintangan dalam hidup. Sedangkan orang yang rajin cenderung tidak berfikir untuk berhutang selagi ia masih punya ide solusi selain berhutang dalam hidupnya. Orang rajin bahkan akan menolak bilamana memperoleh tawaran pinjaman uang karena ia anggap itu sebagai suatu beban yang merepotkan.

Ketiga, ”Aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut dan kikir.” Biasanya orang yang terlilit hutang menjadi orang yang diliputi rasa takut. Ia cenderung menjadi pengecut. Jauh dari sifat pemberani. Mentalnya jatuh dan tidak mudah memiliki kemantapan batin. Dan orang yang berhutang mudah menjadi kikir jauh dari sifat demawan. Bila kotak amal atau sedekah melintas di depannya ia akan membiarkannya berlalu Hal ini karena ia menggunakan logika ”Bagaimana aku bisa bersedekah, sedangkan hutangku saja belum lunas.”

Keempat, ”Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Doa bagian akhir mengandung inti permohonan seorang yang terlilit hutang. Ia serahkan harapannya sepenuhnya kepada Allah ta’aala Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji agar menuntaskan problem hutang yang berkepanjangan membebani hidupnya. Di samping itu ia memohon agar dirinya dilindungi Allah ta’aala dari kesewenang-wenangan manusia. Kesewenangan dimaksud terutama yang bersumber dari fihak yang berpiutang. Sebab tidak jarang ditemukan bahwa fihak yang berpiutang lantas bertindak zalim kepada yang berhutang. Ia merasa telah menanam jasa dengan meminjamkan uang kepada yang berhutang. Lalu ia merasa berhak untuk berbuat sekehendaknya kepada yang berhutang apalagi jika yang berhutang menunjukkan gejala tidak sanggup melunasi hutangnya dengan segera.

Itulah sebabnya dunia modern dewasa ini banyak diwarnai oleh berbagai tindak kezaliman. Sebab dalam era dunia modern manusia sangat mudah berhutang. Dalam kebanyakan transaksi manusia dianjurkan untuk terlibat dalam hutang alias transaksi yang tidak tunai. Sedikit sedikit kredit. Apalagi skema pelunasan hutangnya melibatkan praktek riba yang termasuk dosa besar. Islam adalah ajaran yang menganjurkan manusia untuk membiasakan diri bertransaksi secara tunai. Ini bukan berarti Islam mengharamkan berhutang. Hanya saja Islam memandang bahwa berhutang merupakan suatu pilihan yang bukan ideal dan utama. Itulah sebabnya ayat terpanjang di dalam Al-Qur’an ialah ayat mengenai berhutang, yaitu surah Al-Baqarah ayat 282.

Suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu didatangi anaknya yang hendak meminjam uang. Lalu ia berkata kepadanya ”Nak, aku tidak punya uang.” Lantas anaknya mengusulkan agar ayahnya pinjamkan dari Baitul Maal (Simpanan Kekayaan Negara). Maka Umar-pun menulis memo kepada pemegang kunci Biatul Maal yang isinya: ”Wahai bendahara, tolong keluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk aku pinjamkan ke anakku. Nanti biar aku cicil dengan potong gajiku tiga bulan ke depan.”

Maka memo tersebut dibawa oleh anaknya dan diserahkan kepada bendahara. Tidak berapa lama iapun kembali menemui ayahnya dengan wajah murung. ”Ayah, aku tidak menerima apa-apa dari bendahara kecuali secarik kertas ini untuk disampaikan kepadamu.” Maka Umar menyuruh anaknya membacakan isi memo balasan itu. Isinya ”Wahai Amirul Mu’minin Umar bin Khattab, bagiku sangatlah mudah untuk mengeluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk engkau pinjam. Namun aku minta syarat terlebih dahulu darimu. Aku minta agar engkau memberi jaminan kepadaku bahwa tiga bulan ke depan Amirul Mu’minin Umar bin Khattab masih hidup di dunia untuk melunasi hutang tersebut.” Maka Umar langsung beristighfar dan menyuruh anaknya pulang...!

Sumber: http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/rahasia-do-a-mengatasi-hutang.htm
"Di Tengah-Tengah 'Samudera Kesulitan' Selalu Ada Sebuah Pulau Yang Bernama 'Peluang Emas'..."