"Tak Seorang pun Dapat Memprediksi Seberapa Besar Sukses yang Akan Kita Capai, bahkan Kita Sendiri pun Tak Akan Pernah Tahu, Jika Kita Tak Pernah Memulai..."

03 November 2011

Lari Kencang Menteri Dahlan



Meski kehilangan Fadel Muhammad,Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II hasil reshuffle mendapatkan Dahlan Iskan. Dahlan, seperti Fadel, adalah seorang “doer”. Larinya kencang, matanya jeli,dan yang lebih penting lagi, ia tahu mana yang jadi prioritas yang harus segera diputuskan.

Ibarat nasabah yang diangkat menjadi bankir atau bankir yang diangkat menjadi juru runding debitur yang tengah bermasalah,Dahlan Iskan tahu apa yang dirasakan masing-masing BUMN.Doing from the other side of the table! Kini Dahlan harus berunding dengan “bank” yang membinanya, praktis jurus- jurus yang dipegang “bank”ada di tangannya. Dari direksi BUMN yang biasa diberi arahan oleh kementerian yang basisnya adalah birokrasi, kini ia berada di sisi birokrasi. Yang harus ia benahi adalah kantor kementeriannya agar “in line” dan “senafas”dengan BUMN yang dituntut berkinerja.

Nafas Berbeda

Sejak Kementerian BUMN didirikan,dan aset-aset BUMN dipisahkan dari Direktorat Pembinaan BUMN – Departemen Keuangan,sebenarnya sudah ada banyak kemajuan. Menteri Tanri Abeng,profesional, yang datang bersama-sama CEO terkemuka Indonesia (Robby Djohan dan Abdul Gani) melakukan gebrakan riil. Laksamana Sukardi,yang juga mantan CEO meneruskan membawa lebih banyak lagi para praktisi ke dalam BUMN.

Di era Sofyan Djalil,selain ditanamkan prinsip-prinsip good governance, ia juga agresif membawa masuk CEO profesional ke dalam BUMN. Namun, seperti memindahkan ikan samudera ke dalam “fresh water”yang biasa dihuni ikan-ikan air tawar, tidak semua ikan-ikan hiu itu survive. Sebagian mabuk sempoyongan. Hiu yang biasa mengarungi samudera luas melawan predator- predator raksasa kini harus hidup bersama-sama ikanikan konsumsi yang larinya tak sekencang mereka.

Berlari kencang, terlalu banyak dinding yang harus diterjang.Melihat agresivitasnya, pemilik kolam yang tak biasa melaut sering dibuat kecut. Alih-alih membuat ikan-ikan konsumsi berlari lebih cepat, ikan-ikan samuderalah yang direm, dijadikan ikan kolam. Beberapa CEO yang lari kencang itu akhirnya tak bisa bertahan lama.

Beruntung,masih ada orang-orang hebat yang mampu mengembangkan “jurus- jurus” yang lebih adaptif. Hotbonar Sinaga (Jamsostek), Ignasius Jonan (KAI), Agus Martowardojo & Zulkifli Zaini (Bank Mandiri), Richard Jose Lino (Pelindo II),Pasoroan Herman Harianja (Pelindo IV),Gatot M Suwondo ( BNI), Sofyan Basir (BRI),dan tentu saja Dahlan Iskan yang sukses memimpin PLN adalah sebagian contoh CEO yang lari kencang di BUMN.

Di samping mereka tentu juga beberapa direksi yang lahir dari dalam BUMN yang sama kencang larinya. Dari mereka itulah kita belajar ada dua masalah yang harus segera diselesaikan. Pertama, bagaimana menyelaraskan “nafas” antara kantor kementerian dan BUMN itu sendiri. Kedua,bagaimana membina agar BUMN yang belum dikelola dengan baik bisa lari lebih kencang lagi. Untuk masalah yang pertama, bolanya memang ada di pemerintah.

Kalau BUMN mau dibuat maju, kantor kementerian dululah yang harus direformasi menjadi holding BUMN yang dikelola secara lebih profesional dari BUMN yang dibinanya. Kantor kementerian ini nafasnya tidak boleh sama dengan kementerian-kementerian lainnya yang terperangkap oleh,maaf, “kultur kucing”.

“Kucing” adalah metafora yang saya gunakan dalam buku Cracking Zoneuntuk menggambarkan kantor-kantor yang bergerak lambat atau setengah lambat seperti petugas di kantor- kantor kelurahan atau kecamatan. Toiletnya kumuh dan tempat parkirnya semrawut menandakan tak ada pemimpin yang peduli pada pelayanan. Seragam-seragam petugasnya lusuh, ikat pinggang satpam kedodoran pertanda kurang diberi makan. Resepsionis bekerja malas-malasan pertanda tak ada supervisi.

Jam 5 sore sebagian besar pegawai sudah gelisah ingin pulang, tak ada leadership. Politisi dibiarkan menekan dan banyak dapat bisnis, pertanda ambisi perorangan dan rasa takut. Budaya korporat “kucing” tentu tidak hanya ada di kantor- kantor kementerian secara umum, tetapi juga masih banyak ditemui di BUMN yang kata para profesional terkesan “malas”.

Kucing itu betah di rumah, biasa diberi makan, dan kalau tidak diberi makan, ia akan mengorek-ngorek dapurnya sendiri. Dia setia, tapi lamban sekali. Sejak para profesional bergabung di Kantor Kementerian BUMN,harus diakui larinya sedikit lebih kencang, tetapi belum cukup.Kantor ini memang belum didesain agar insaninsannya bisa lari kencang karena nafasnya adalah birokrasi dan kepegawaiannya PNS dengan struktur insentif yang tidak bisa membuatnya bergerak lebih dinamis.

Crackership

Menyadari “bangunan” rumahnya yang belum didesain untuk lari kencang, Menteri Dahlan Iskan memilih cara kedua, yaitu membenahi BUMN agar tidak “berbudaya kucing” lagi. Namun, saya kira ia butuh amunisi yang lebih besar,yaitu struktur kantor kementerian yang lebih korporatif.Menpan dan Setneg harus bisa membantu agar Kantor Kementerian BUMN tidak memiliki desain bangunan yang sama dengan Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Dalam Negeri.

Kementerian-kementerian yang lain adalah cost-center, sedangkan Kementerian BUMN adalah income–generator. Di Singapura saja,BUMN bahkan menyumbang 60% dari GDPnya. Jadi,kalau ingin BUMN sehat dan larinya kencang, kementeriannya harus dibuat lebih otonom dengan kultur korporatif,yaitu kultur cheetah yang siap bertarung, insentifnya harus bagus, gajinya harus “above market price”dengan insentif yang menarik.

Ada kebebasan untuk bergerak lebih leluasa, dan pegawai-pegawainya tak memerlukan evaluasi serta rekrutmen seperti metode yang dipakai di dunia PNS. Menteri Dahlan Iskan menyentak. Ia berlari sangat kencang. Di surat kabar kita melihat ia sedang menyetir mobil sendiri dan di sebelahnya duduk Wamen BUMN Mahmuddin Yasin. Saya dengar mereka berdua langsung bekerja sesaat setelah dilantik.

Di mobil pun berkoordinasi, sedangkan menteri-menteri yang lain masih berjarak dengan wamennya yang masih bingung harus berbuat apa. Para CEO BUMN yang saya temui mengaku menterinya lari kencang. Ini pertanda alignment mulai bekerja. Namun, tuntutannya jelas.BUMN harus fokus, jangan terlalu banyak menghabiskan waktu untuk rapat dengan kantor kementerian, dan utamakan profesionalitas.

Hanya dalam hitungan hari, Kantor Kementerian BUMN sudah memutuskan tindakantindakan strategis. Berapa besar dana PSO untuk membantu BUMN yang perlu suntikan modal sudah keluar, dan kemarin ia memutuskan untuk menyerahkan aset-aset tidak produktif yang jumlahnya sangat besar di BUMN agar dikelola PT PPA. Aset-aset tidak produktif di BUMN memang banyak sekali sehingga return on assets-nya sangat rendah.

Common sense kita mengatakan, punya aset dan tanah yang luas kalau tak punya cash flow yang cukup, aset-aset itu justru menjadi beban. Bagi saya,Dahlan Iskan adalah sosok lain yang dirindukan bangsa ini. A doer is much more needed rather than just a lazy thinker.Seperti yang saya katakan pekan lalu, Indonesia bukanlah kereta api otomatis yang cukup dikemudikan masinis yang hanya bekerja dengan telunjuk jarinya.

Indonesia adalah sebuah kapal besar yang perlu digerakkan pemimpin efektif. Jadi bergeraklah para CEO BUMN, ubah budaya kucing menjadi cheetah, dan jadilah crackeryang gesit.Bergeraklah Kantor Kementerian PAN,beri lebih banyak ruang agar Kementerian BUMN bisa lebih hebat dari Khazanah (Malaysia) atau Temasek (Singapura). Selamat bekerja Menteri Dahlan Iskan, semoga Tuhan terus memberi kesehatan dan kebijaksanaan untuk reformasi birokrasi.

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/441094/1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Di Tengah-Tengah 'Samudera Kesulitan' Selalu Ada Sebuah Pulau Yang Bernama 'Peluang Emas'..."